[PTS] KARYA HAMKA: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
- Regular price
- RM 29.00
- Sale price
- RM 29.00
- Regular price
-
RM 0.00
Share
Terbitan: PTS
Penulis: HAMKA
Inilah karya HAMKA yang secara indah memberikan kisah cinta antara dua darjat. Cinta anak muda yang masih bergelora jiwanya.
Inilah juga karya HAMKA yang secara lembut dan sopan, memberi kritik sosial yang tajam pada masyarakat, yang lebih memandang harta dan keturunan dengan beralaskan agama.
Inilah juga karya HAMKA, yang bukan sahaja membuat bibir tersenyum bahagia, juga akan membuat dada sesak menahan hiba.
Karya yang akan membuatkan pembaca turut tenggelam dalam emosi dan makna, seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
BAB 1 ANAK ORANG TERBUANG
Matahari telah hampir masuk ke dalam peraduannya. Dengan amat perlahan, menurutkan perintah dari alam gaib, ia berangsur turun, turun ke dasar lautan yang tidak kelihatan ranah tanah tepinya. Cahaya merah telah mulai terbentang di ufuk barat dan bayangannya tampak mengindahkan wajah lautan yang tenang tak berombak. Di sana sini kelihatan layar perahu-perahu telah berkembang, putih dan sabar. Ke pantai kedengaran suara nyanyuan Iloho Gading atau Sio Sayang, yang dinyanyikan oleh anak-anak perahu orang Mandar itu, ditingkah oleh suara geseran rebab dan kecapi. Nun, agak di tengah, di tepi pagaran anggar kelihatan puncak dari sebuah kapal yang telah berpuluh tahun ditenggelamkan di sana. Dia seakan-akan penjaga yang teguh, seakan-akan stasiun dari setan dan hantu-hantu penghuni Pulau Laya-Laya yang penuh dengan kegaiban itu. Konon kabarnya, kalau ada orang yang akan mati hanyut atau mati terbunuh, kedengaranlah pekik dan ribut-ribut tengah malam di dalam kapal yang telah rusak itu!
Di waktu senja demikian, kota Mengkasar kelihatan hidup. Kepanasan dan kepayahan orang bekerja siang, apabila telah sore diobat dengan menyaksikan matahari yang hendak terbenam dan mengecap hawa laut, lebih-lebih lagi bila suka pula pergi makan angin ke jembatan, yaitu panorama yang sengaja dijorokkan ke laut, di dekat benteng Kompeni. Di benteng itulah, kira-kira 90 tahun yang lalu, Pangeran Diponegoro kehabisan hari tuanya sebagai buangan politik. Sebelah timur adalah tanah lapang Karibosi yang luas dan dipandang suci oleh penduduk Mengkasar. Menurut takhyul orang tua-tua, bilamana hari akan kiamat, Kara Eng Data akan pulang kembali, di tanah lapang Karibosi akan tumbuh tujuh batang beringin dan berdiri tujuh buah istana, persemayaman tujuh orang anak raja-raja, pengiring dari Kara Eng Data. Jauh di darat kelihatan berdiri dengan teguhnya Gunung Lompo Batang dan Bawa Kara Eng yang hijau nampak dari jauh.
Dari jembatan besi itu akan kelihatanlah perkawinan keindahan alam dengan teknik manusia. Ke laut nampak kecantikan lautan, ke darat kebesaran Allah dan ke sebelah kanan kelihatan pula anggar baru, anggar dari pelabuhan yang ketiga di Indonesia, sesudah Tanjung Perak dan Tanjung Priok.
Di tepi pantai, di antara Kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang dirinya menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Mengkasar